Wednesday, May 18, 2011

Maturity (Kematangan Emosi)

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Siklus hidup manusia terbilang sama antara manusia yang satu dengan yang lain contohnya seperti lahir,tumbuh dan berkembang, lalu mati. Jika dilihat sekilas memang terlihat simple atau sangatlah sederhana namun dalam prosesnya siklus ini tidaklah sesederhana itu.

Dalam proses tumbuh dan berkembang manusia/individu harus mengalami beberapa fase terlebih dahulu seperti fase anak, fase remaja dan fase dewasa. Dalam proses menuju dewasa ini manusia banyak mengalami kejadian-kejadian yang membuatnya berfikir dan bertindak dewasa jika menemui masalah serta mengetahui yang baik buruknya sesuatu dan benar salahnya sesuatu, namun tidak sedikit pula individu atau manusia yang berfikir dan bertindak seperti anak-anak bila menemui permasalahan. Perbedaan yang tersebutlah yang melatarbelakangi pembuatan makalah ini, dimana makalah inh akan membahan kematangan emosional individu dalam perkembangannya.

B.     Maksud dan Tujuan
1.      Maksud
            Makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam menambah ilmu pengetahuan, sehingga mampu mengembangkan wawasan dan pola pikir.

2.      Tujuan
2.1.Menjelaskan pengertian kematangan emosi individu.
2.2.Menjelaskan karakteristik kematangan emosi suatu individu.
2.3.Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan emosi.

C.     Rumusan Masalah
Untuk menghidari adanya kesimpangsiuran dalam penyusunan makalah ini, maka penulis membatasi masalah-masalah yang akan di bahas diantaranya:
1.      Apa pengertian maturity (kematangan emosi) ?
2.      Apa saja karakteristik kematangan emosi ?
D.    Metodologi Penulisan
Untuk memudahkan proses pengumpulan data dalam penyusunan dan penulisan makalah ini, maka penulis menggunakan metode sebagai berikut :

1.      Penelitian Pustaka ( Library Research )
            Penulisan pustaka ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi keterangan serta konsep-konsep teoritis yang erat relepansinya atau ada hubungannya dengan masalah yang akan dipecahkan.

2.      Penelitian Internet ( Internet Research )
            Pengamatan ini dilakukan untuk mencari data-data yang ada di internet yang berkaitan dengan masalah yang ada pada makalah ini.

E.     Sistematika Penulisan
Salah satu ciri dari sebuah karya ilmiah, yakni dalam penulisannya pasti ada sistimatika penulisan. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh penjelasan yang obyektif dan rasional, sehingga memudahkan kita dalam memahami isi yang terkandung dalam makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini, antara bab satu dengan bab yang lain memiliki keterkaitan dengan rincian sebagai berikut :

            Bab I               Pendahuluan  
a.       Latar Belakang
b.      Maksud dan Tujuan
c.       Permasalahan
d.      Metodologi Penulisan
e.       Sistematika Penulisan
Bab II              Pembahasan
Bab III                        Penutup
a.       Kesimpulan
b.      Saran


PEMBAHASAN

A.    Pengertian Maturity (Kematangan Emosi)
Sebelum melangkah lebih lanjut ada baiknya kita mengenal apa sebenarnya yang dikatakan sebagai kedewasaan dan kekanak-kanakan itu. Banyak orang mendeskripsikan dewasa sebagai matang atau tua dan sebaliknya kekanak-kanakan sering didefinisikan sebagai terlalu muda atau belum cukup umur. Pendefinisian yang terlalu abstrak terlebih karena usia tidak pernah bisa membatasi perkembangan psikologis.

Dewasa dapat terlihat dari kemampuan seorang individu dalam menghadapi suatu permasalahan dan menyelesaikan permasalahan tersebut dengan baik. Dengan baik di sini bisa dikatakan kondisi dia setelah adanya masalah akan menjadi lebih baik (meningkat) bila dibandingkan dengan kondisi dia sebelum dia menerima masalah. Misalnya seseorang yang menghadapi permasalahan cinta. Lalu dia mengalami apa yang disebut patah hati. Di sini bisa dikatakan dia, mau tidak mau dan senang tidak senang, akan melewati permasalahan cinta tersebut. Namun apakah dia akan melewatinya dengan baik atau tidak itulah yang menjadi pertanyaan berikutnya. Jika setelah melewati proses patah hati dia mau belajar dari kesalahan kemudian melakukan introspeksi dan perbaikan diri dan perilaku yang dinilai salah maka bisa dikatakan dia menyelesaikan permasalahan patah hati dengan baik. Tapi jika setelah kejadian itu dia sering murung, menjadi hilang konsentrasi dan selalu teringat akan kejadian dan kenangan masa lalu maka bisa dikatakan dia belum bisa melewati masalah tersebut dengan baik.

Lain dengan sifat kedewasaan yang berupa sifat yang mampu menyelesaikan masalah dengan baik. Kekanak-kanakan sendiri sering terlihat sebagai sifat yang selalu diibaratkan lari dari permasalahan atau bahkan sifat menciptakan masalah dari kondisi netral. Sifat ini dimotori oleh sifat yang ingin menang sendiri, selalu manja dan enggan memandang kepentingan orang lain. Contohnya adalah seorang pejabat yang mengikuti pilkada dan kemudian kalah karena tidak banyak orang yang memilih dia. Kondisi yang sebenarnya netral ini bukan masalah namun menjadi masalah baru saat dia memilih untuk meminta pendukungnya mempermasalahkan kejadian ini dan melakukan kerusuhan dan hal-hal tidak baik lainnya. Di sini kondisi dia sebelum pemilihan jauh lebih baik daripada setelah hasil pemilihan berlangsung. Sebenarnya tak banyak orang tua yang mampu menyikapi permasalahan dengan bijaksana.

Berikut adalah beberapa pendapat tentang pengertian maturity (kematangan emosi)  :
  1. Menurut Hurlock (1990), individu yang dikatakan matang emosinya yaitu:
o         Dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial. Individu yang emosinya matang mampu mengontrol ekspresi emosi yang tidak dapat diterima secara sosial atau membebaskan diri dari energi fisik dan mental yang tertahan dengan cara yang dapat diterima secara sosial
o         Pemahaman diri. Individu yang matang, belajar memahami seberapa banyak kontrol yang dibutuhkannya untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan masyarakat
o         Menggunakan kemampuan kritis mental. Individu yang matang berusaha menilai situasi secara kritis sebelum meresponnya, kemudian memutuskan bagaimana cara bereaksi terhadap situasi tersebut.

  1. Kematangan emosi (Wolman dalam Puspitasari, 2002) dapat didefinisikan sebagai kondisi yang ditandai oleh perkembangan emosi dan pemunculan perilaku yang tepat sesuai dengan usia dewasa dari pada bertingkahlaku seperti anak-anak. Semakin bertambah usia individu diharapkan dapat melihat segala sesuatunya secara obyektif, mampu membedakan perasaan dan kenyataan, serta bertindak atas dasar fakta dari pada perasaan.

  1. Menurut Kartono (1988) kematangan emosi sebagai kedewasaan dari segi emosional dalam artian individu tidak lagi terombang ambing oleh motif kekanak- kanakan. Chaplin (2001) menambahkan emosional maturity adalah suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosi dan karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosional yang tidak pantas.


  1. Menurut pandangan Skinner (1977) esensi kematangan emosi melibatkan kontrol emosi yang berarti bahwa seseorang mampu memelihara perasaannya, dapat meredam emosinya, meredam balas dendam dalam kegelisahannya, tidak dapat mengubah moodnya, tidak mudah berubah pendirian. Kematangan emosi juga dapat dikatakan sebagai proses belajar untuk mengembangkan cinta secara sempurna dan luas dimana hal itu menjadikan reaksi pilihan individu sehingga secara otomatis dapat mengubah emosi-emosi yang ada dalam diri manusia (Hwarmstrong, 2005).

  1. Menurut Ann Landers, maturity atau kematangan emosional adalah …
o         Mampu mengontrol amarah dan menyelesaikan masalah tanpa kerusakan dan kehancuran.
o         Sabar, tekun dan bekerja keras jika melakukan sesuatu hal sekecil apapun.
o         Tidak egois, memperhatikan apa-apa yang dibutuhkan oranglain.
o         Bersedia atau mampu menemui kekecewaan dan ketidaknyamanan tanpa merasa pahit.
o         Sederhana, mengakui kesalahan dam bersedia meminta maaf tanpa paksaan.

B.     Karakteristik Kematangan Emosi
1.      Menurut Feinberg (2004) ada beberapa karakteristik atau tanda mengenai kematangan emosi seseorang yaitu kemampuan seseorang untuk dapat menerima dirinya sendiri, menghargai orang lain, menerima tanggung jawab, percaya pada diri sendiri, sabar dan mempunyai rasa humor. Hal ini diuraikan di bawah ini:
ô         Mampu menerima dirinya sendiri
Seseorang yang mempunyai pandangan atau penilaian baik terhadap kekuatan dan kelemahannya. Mampu melihat dan menilai dirinya secara obyektif dan realitis. Individu dapat menggunakan kelebihan dan bakatnya secara efektif, dan bebas dari frustrasi- frustrasi yang biasa timbul karena keinginan untuk mencapai sesuatu yang sesungguhnya tidak ada dalam dirinya. Orang yang dewasa mengenal dirinya sendiri dengan lebih baik, dan senantiasa berusaha untuk menjadi lebih baik. Individu tidak menginginkan untuk menandingi orang lain, melainkan berusaha mengembangkan dirinya sendiri.
ô         Menghargai orang lain
Seseorang yang bisa menerima keadaan orang lain yang berbeda-beda. Individu dikatakan dewasa jika mampu menghargai perbedaan, dan tidak mencoba membentuk orang lain berdasarkan citra dirinya sendiri. Ini bukan berarti bahwa orang yang matang itu berhati lemah, karena jika kelemahan- kelemahan yang ada dalam diri seseorang itu sudah sedemikian mengganggu tujuan secara keseluruhan, maka tidak segan untuk menghentikannya. Ukuran yang paling tepat dan adil dalam hubungan dengan orang lain bahwa kita menghormati orang lain, dan ketidakinginan untuk memperalat atau memanipulasi orang lain.
ô         Menerima tanggung jawab
Orang yang tidak dewasa akan menyesali nasib buruknya. Bahkan, akan berpendapat bahwa nasib buruk itu disebabkan oleh orang lain. Sedangkan orang yang sudah dewasa mengenal dan menerima tanggung jawab dan pembatasan-pembatasan situasi dimana orang tersebut berbuat dan berada. Tanggung jawab adalah perasaan bahwa seseorang itu secara individu bertanggung jawab atas semua kegiatan, atau suatu dorongan untuk berbuat dan menyelesaikan apa yang harus dan patut diperbuat dan diselesaikan. Mempercayakan nasib baik pada orang lain untuk memecahkan persoalan diri sendiri adalah tanda ketidakdewasaan. Perasaan aman dan bahagia akan dapat dicapai dengan memimiliki kepercayaan dalam tanggung jawab atas kehidupan sendiri.
ô         Percaya pada diri sendiri
Seseorang yang matang dapat menyambut dengan baik partisipasi dari orang lain, meski itu menyangkut pengambilan suatu keputusan, karena percaya pada dirinya sendiri dapat memperoleh kepuasaan sehingga memperoleh perasaan bangga, bersama dengan kesadaran tanggung jawabnya. Seseorang yang dewasa belajar memperoleh suatu perasaan kepuasaan untuk mengembangkan potensi orang lain.
ô         Sabar
Seseorang yang dewasa belajar untuk menerima kenyataan, bahwa untuk beberapa persoalan memang tidak ada penyelesaian dan pemecahan yang mudah, tidak akan menelan begitu saja saran yang pertama, akan menghargai fakta- fakta dan sabar dalam mengumpulkan informasi sebelum memberikan saran bagi suatu pemecahan masalah. Bukan saja sabar, tetapi juga mengetahui bahwa adalah lebih baik mempunyai lebih dari satu rencana penyelesaian.
ô         Mempunyai rasa humor
Orang yang dewasa berpendapat bahwa tertawa it u sehat tetapi tidak akan menertawakan atau merugikan atau melukai perasaan orang lain. Seseorang juga tidak akan tertawa jika humor itu membuat orang lain jadi tampak bodoh. Humor semestinya merupakan bagian dari emosi yang sehat, yang memunculkan senyuman hangat dan pancaran yang manis. Perasaan humor menyatakan sikap seseorang terhadap orang lain. Orang yang dewasa menggunakan humor sebagai alat melicinkan ketegangan, bukan pemukul orang lain.

2.    Pendapat Skinner (1977) menyatakan bahwa ciri-ciri individu dengan kematangan emosi, meliputi:
ô         Kemampuan untuk mempergunakan dan menikmati kekayaan maupun keragaman sumber-sumber emosi yang dimilikinya.
ô         Menyadari potensi dirinya dan memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi dirinya tersebut.
ô         Kemampuan untuk mencintai baik pada diri sendiri maupun pada orang lain.
ô         Kemampuan untuk menerima kesedihan, ketika berhadapan dengan situasi yang mengancam yang dapat merangsang timbulnya rasa marah.
ô         Kemampuan untuk menunjukkan rasa takut yang timbul saat menghadapi sesuatu yang menakutkan, tanpa berpura-pura memakai “topeng” keberanian.

3.    Berorientasi pada tugas, bukan pada diri atau ego; minat orang yang sudah matang berorientasi pada tugas-tugas yang dikerjakannya, dan tidak condong pada perasaan-perasaan diri sendiri atau untuk kepentingan pribadi.

4.    Tujuan-tujuan yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan kerja yang efisien.
Seseorang yang telah matang akan melihat tujuan-tujuan yang ingin dicapainya secara jelas dan tujuan-tujuan itu dapat didefinisikan secara cermat dan tahu mana yang pantas dan tidak, serta bekerja secara terencana menuju arah tertentu
5.    Mengendalikan perasaan pribadi.
Individu yang telah matang secara psikologis, akan mampu menyetir dan menguasai perasaan-perasaannya sendiri ketika mengerjakan sesuatu atau berhadapan dengan orang lain. Mereka cenderung tidak lagi hanya mementingkan dirinya sendiri, tetapi telah mampu mempertimbangkan perasaan perasaan orang lain.

6.      Objektif.
Individu yang sudah mencapai taraf kematangan psikologis akan mampu bersikap objektif, dalam arti mampu melihat sesuatu secara apa adanya, sehingga ketika mengambil keputusan relative lebih tepat dan dapat diterima orang lain.

  1. Menerima kritik dan saran dari orang lain.
Individu yang sudah mencapai kematangan akan memiliki kemauan yang realistis, menyadari bahwa dirinya hanyalah manusia biasa yang tidak selalu benar, sehingga terbuka terhadap kritik, dan saran dari orang lain demi peningkatan kualitas dirinya.

  1. Bertanggung jawab
Individu yang sudah mencapai kematangan akan mampu memper-tanggung jawabkan perilakunya, serta selalu memberi kesempatan kepada orang lain untuk ikut maju bersama-sama mencapai tujuan. Individu menyadari bahwa untuk mencapai suatu tujuan tidak mungkin bila hanya mengandalkan kerja individual. Meski pun begitu individu tetap bertanggung jawab atas langkah-langkah yang dilakukannya.

  1. Mampu mengadakan penyesuaian diri terhadap situasi-situasi baru
Individu yang telah mencapai kematangan, memiliki ciri fleksibel dan dapat menempatkan diri dimana pun ia berada.

10.  Memiliki Kepribadian yang Utuh
Orang yang dewasa, bukanlah orang yang membuang-buang dan menyia-nyiakan energinya dengan memakai dan menggerakkan seluruh energinya ke berbagai arah yang tidak menentu, bahkan sering bertentangan arah. Pada umumnya mereka adalah orang yang teratur dan sudah terorganisir serta dapat menangani problemnya dengan efektif. Mereka bukan orang yang mudah beralih perhatian atau menyimpang dari rencana oleh karena keinginan-keinginan yang muncul dengan tiba-tiba, tetapi mereka dapat dengan mudah beralih dari kegiatan yang satu ke kegiatan yang lain tanpa kebingunagan dan kekacauan.

C.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematangan Emosi  
Beberapa ahli psikologi menyebutkan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kematangan emosi seseorang (Astuti, 2005), yaitu:
š Pola asuh orangtua
Keluarga merupakan lembaga pertama dan utama dalam kehidupan anak, tempat belajar dan menyatakan diri sebagai mahluk sosial, karena keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama tempat anak dapat berinteraksi. Dari pengalamannya berinteraksi di dalam keluarga ini akan menentukan pula pola perilaku anak tehadap orang lain dalam lingkungannya. Dalam pembentukan kepribadian seorang anak, keluarga mempunyai pengaruh yang besar. Banyak faktor dalam keluarga yang ikut berpengaruh dalam perkembangan kepribadian seorang anak, salah satu faktor tersebut adalah pola asuh orangtua (Tarmudji, 2001).

Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing, dan mendis iplinkan serta melindungi anak sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat (Tarmudji, 2001). Dimana suatu tugas tersebut berkaitan dengan mengarahkan anak menjadi mandiri di masa dewasanya baik secara fisik maupun psikologis (Andayani dan Koentjoro, 2004).

Menurut Goleman (2002) cara orang tua memperlakukan anak-anaknya akan memberikan akibat yang mendalam dan permanen pada kehidupan anak. Goleman (2002) juga menemukan bahwa pasangan yang secara emosional lebih terampil merupakan pasangan yang paling berhasil dalam membantu anak-anak mereka mengalami perubahan emosi. Pendidikan emosi ini dimulai pada saat-saat paling awal dalam rentang kehidupan manusia, yaitu pada masa bayi.
Idealnya orangtua akan mengambil bagian dalam pendewasaan anak-anak karena dari kedua orangtua anak akan belajar mandiri melalui proses belajar sosial dengan modelling (Andayani dan Koentjoro, 2004).

š Pengalaman traumatik
Kejadian-kejadian traumatis masa lalu dapat mempengaruhi perkembangan emosi seseorang, dampaknya jejak rasa takut dan sikap terlalu waspada yang ditimbulkan dapat berlangsung seumur hidup. Kejadian-kejadian traumatis tersebut dapat bersumber dari lingkungan keluarga ataupun lingkungan di luar keluarga (Astuti, 2005).

š Temperamen
Temperamen dapat didefinisikan sebagai suasana hati yang mencirikan kehidupan emosional kita. Hingga tahap tertentu masing- masing individu memiliki kisaran emosi sendiri-sendiri, temperamen merupakan bawaan sejak lahir, dan merupakan bagian dari genetik yang mempunyai kekuatan hebat dalam rentang kehidupan manusia (Astuti, 2005).

š Jenis kelamin
Perbedaan jenis kelamin memiliki pengaruh yang berkaitan dengan adanya perbedaan hormonal antara laki- laki dan perempuan, peran jenis maupun tuntutan sosial yang berpengaruh pula terhadap adanya perbedaan karakteristik emosi diantara keduanya (Astuti, 2005).

š Usia
Perkembangan kematangan emosi yang dimiliki seseorang sejalan dengan pertambahan usianya. Hal ini dikarenakan kematangan emosi dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dan kematangan fisiologis seseorang. Ketika usia semakin tua, kadar hormonal dalam tubuh turut berkurang, sehingga mengakibatkan penurunan pengaruhnya terhadap kondisi emosi (Moloney, dalam Puspitasari Nuryoto 2001). Namun demikian, dalam hal ini tidak menutup kemungkinan seseorang yang sudah
tua, kondisi emosinya masih seperti orang muda yang cenderung meledak- ledak.Hal tersebut dapat diakibatkan karena adanya kelainan- kelainan di dalam tubuhnya, khususnya kelainan anggota fisik. Kelainan yang tersebut dapat terjadi akibat dari pengaruh makanan yang banyak merangsang terbentuknya kadar hormonal.







PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil setelah membaca penjelasan pada bab sebelumnya ialah orang yang sudah banyak umurnya (tua) belum tentu bisa disebut sebagai orang yang matang emosinya, bahkan anak yang masih remaja pun jika memiliki karakteristik kematangan emosional yang mumpuni dapat disebut dewasa atau sudah matang emosinya.

Dapat dikatakan pula kematangan emosional tergantung pada individu itu sendiri, walaupun banyak faktor yang mempengaruhinya namun bila individu tersebut tidak mempunyai keinginan untuk menjadi lebih dewasa, ia tidak akan bisa menjadi dewasa dan pola berfikirnya pun masih sama dengan anak-anak yang lari dari masalah, manja, egois dan sebaginya.

Kematangan emosional ada pada setiap diri individu namun waktu kedatangannya tidak sama antara individu yang satu dengan individu yang lain. Usia yang sudah banyak atau keadaan fisik tidak menjamin kedewasaan/kematangan emosional seseorang.

B.     Saran
Jadilah lebih dewasa dan jangan seperti kanak-kanak.











6 comments:

  1. kak klu ada bukunya overstreet ( puspitasari dan nuryoto, 2002 )
    tolong d kasih kabar ya,,

    ReplyDelete
  2. hello, boleh minta info judul buku yg dipakai di makalah ini ga untuk referensi aku. makasih.. bisa di infokan ke email aku dn_meilisa@yahoo.co.id

    ReplyDelete
  3. boleh minta daftar pustaka yang dipakai gak ya ? sebagai acuan saya, tolong dikirimkan ke email awmaulita@gmail.com
    terima kasih :)

    ReplyDelete
  4. kak, boleh mnta daftar pustakanya? untuk acuan skripsi. tolong kirim ke email saya ya febriana_butarbutar@yahoo.com
    tolong dan ditunggu ya ka,
    terimakasih

    ReplyDelete
  5. kak boleh minta daftar pustakanya. untuk acuan tugas. tolong kirim ke email saya yah ramadhanypebby@gmail.com

    ReplyDelete