1.
Pendahuluan
Penelitian
terhadap pembelajaran bahasa asing telah banyak dilakukan. Meskipun dalam
penelitian-penelitian tersebut banyak yang membuktikan keefektifan berbagai
model pembelajaran namun tidak ada satu model pun yang efektif diterapkan dalam
kondisi dan situasi apapun. Hal ini disebabkan oleh banyaknya variable dalam
pembelajaran bahasa, salah satunya adalah perbedaan individu.
Setiap
pemelajar itu unik dan memiliki karakternya sendiri-sendiri. Hal inilah yang
menyebabkan hasil penelitian di tempat A belum tentu dapat diterapkan di tempat
B. Sudah banyak juga penelitian mengenai perbedaan individu ini dan kesulitan
yang dialami peneliti kebanyakan adalah mereka sulit untuk mengidentifikasi dan
mengklasifikasi faktor perbedaan individu. Ellis (1985) berpendapat bahwa
mengidentifikasi dan mengklasifikasi faktor perbedaan individu ini telah
menjadi sesuatu yang problematik karena sangat sulit untuk mengobservasi
kualitas secara langsung seperti aptitude, motivasi dan keinginan.
Dalam
proses pembelajaran, seorang pengajar harus memperhatikan perbedaan individu
dengan baik sebab hal ini dapat mempengaruhi metode dan teknik yang akan
digunakan. Idealnya, pengajar harus dapat merancang kegiatan pembelajaran
sedemikian rupa agar dapat mengakomodasi seluruh perbedaan pelajarnya. Walaupun
hal ini tidaklah mudah untuk dilakukan karena diperlukan kepekaan dan
pengalaman yang memadai. Oleh sebab itu, pengetahuan mengenai perbedaan
individu wajib diketahui oleh pengajar.
2.
Perbedaan
Individu dalam pembelajaran bahasa
Ellis (1985)
membedakan perbedaan ini menjadi dua yaitu faktor personal dan faktor umum.
Faktor personal meliputi dinamika kelompok, sikap terhadap pengajar dan bahan
ajar, dan teknik belajar individual. Sedangkan faktor umum meliputi umur,
kecerdasan dan ketangkasan, cognitive-style,
sikap dan motivasi, dan kepribadian.
a.
Faktor
Personal
Faktor personal
ialah faktor pembeda yang berasal dari dalam diri pemelajar. Faktor-faktor ini
memiliki pengaruh yang besar untuk menentukan keberhasilan dalam proses pembelajaran
bahasa asing. Faktor personal dapat dikelompokkan menjadi tiga grup, yaitu
dinamika kelompok, sikap, dan teknik belajar.
1.
Dinamika
Kelompok
Dalam faktor
personal, dinamika kelompok berperan penting dalam proses pembelajaran bahasa
asing. Beberapa pelajar akan melakukan perbandingan antara dirinya dengan pelajar
lain sehingga rasa kompetitif pun akan muncul. Dalam hal ini, Bailey (dalam
Ellis, 1985) berpendapat bahwa self-image
dari pelajar (yang diperoleh dari rasa kompetitif) dapat menentukan penurunan
atau peningkatan dalam pemerolehan bahasa asing. Jika self-imagenya tidak sukses, maka akan muncul dua kemungkinan.
Pertama, pelajar merasa gagal dan usahanya untuk belajar akan menurun.
Kemungkinan kedua ialah pelajar akan semakin termotivasi untuk memperbaiki
kesalahannya dan lebih meningkatkan kemampuan dirinya. Jika self-imagenya sukses, pelajar akan memiliki
pengalaman yang positif sehingga mereka akan melanjutkan usahanya atau bahkan
meningkatkan usahanya agar menjadi lebih baik lagi. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa dinamika grup akan membuat pelajar menilai kemampuannya
sendiri dan berlomba untuk menjadi yang terbaik di dalam kelas.
2.
Sikap
Pemelajar terhadap Pengajar dan Bahan Ajar
Sikap pemelajar
terhadap pengajar dan bahan ajar juga dapat berpengaruh terhadap proses belajar
bahasa asing bahkan pada hasil pencapaiannya. Seorang pelajar akan merasa lebih
nyaman belajar jika ia diajar oleh orang yang ia sukai. Ketika itu, proses
belajar menjadi lebih efektif dan materi ajar akan dapat tersampaikan dengan
baik. Hal ini akan perpengaruh terhadap hasil belajar pelajar. Begitu pula
dengan materi ajar, ketika pelajar sudah tidak menyukai materi tersebut maka ia
akan memasang filter sehingga proses belajar menjadi kurang efektif.
3.
Teknik
Belajar
Faktor personal yang terakhir
adalah teknik-teknik belajar yang digunakan oleh pelajar. Teknik belajar yang
mereka gunakan sangat beragam. Ellis (1985) mengelompokkan teknik belajar ini
menjadi dua, yaitu mempelajari bahasa dan memperoleh bahasa. Mempelajari bahasa
maksudnya adalah pelajar menggunakan teknik yang biasa ia gunakan untuk belajar
seperti menghafal, latihan (drilling), mempersiapkan sesuatu, dan lain sebagainya.
Sedangkan memperoleh bahasa adalah pelajar berusaha untuk terjun langsung ke
dalam situasi dimana bahasa target digunakan. Contohnya seperti berkomunikasi
langsung dengan penutur asli, menonton film atau mendengarkan musik yang
menggunakan bahasa target dan pergi ke negara yang menggunakan bahasa target.
Semua itu dilakukan agar mereka dapat memperoleh bahasa yang diinginkan bukan
dengan cara belajar. Hal yang perlu diperhatikan adalah pelajar perlu mengenali
gaya belajarnya sendiri agar dapat memperoleh hasil belajar yang optimal.
Schumann & Schumman (dalam Ellis, 1985) berpendapat
bahwa faktor personal merupakan faktor yang sulit untuk diobservasi oleh orang
ketiga. Oleh sebab itu, faktor personal hanya bisa dikaji dengan dua cara,
yaitu menggunakan diary studies dan
menggunakan kombinasi antara kuesioner dan wawancara kepada pelajar secara langsung.
b.
Faktor
Umum
Lain halnya
dengan faktor personal, faktor umum bersifat agak sedikit lebih universal.
Berikut ialah faktor umum yang memperngaruhi proses belajar bahasa:
1.
Umur
Dalam kaitannya dengan
pembelajaran bahasa asing, ada perdebatan yang menarik mengenai di umur
berapakah seseorang harus belajar bahasa asing agar mencapai hasil yang optimal.
Banyak yang berpendapat bahwa anak-anak adalah masa yang tepat karena terdapat
periode kritis (critical period) pada
masa anak-anak. Periode kritis adalah masa ketika otak dapat mencerna bahasa
dengan baik. Akan tetapi, jika dikaitkan
dengan pembelajaran bahasa kedua/asing (L2), anggapan bahwa L2 akan sukses
dipelajari pada periode kritis masih belum pasti kebenarannya. Maka dari itu,
hipotesis ini masih perlu dikaji lebih lanjut. Selain itu, ada juga yang
berpendapat bahwa orang dewasa akan lebih baik dalam belajar bahasa. Berkaitan
dengan pembelajaran bahasa kedua/asing, beberapa penelitian menyimpulkan bahwa
anak-anak akan lebih baik dalam pelafalan dan kemampuan menyimpan memori (Hurd,
2006) sedangkan orang dewasa yang memiliki kematangan kognitif akan lebih baik
jika berurusan dengan sifat bahasa yang abstrak (Taylor dalam Hurd, 2006).
2.
Kecerdasan
dan Ketangkasan
Kecerdasan
memberikan pengaruh terhadap proses belajar bahasa tetapi tidak dominan. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Genesee (1976, dalam Lightbown & Spada, 2006),
kecerdasan berkaitan dengan membaca, tata bahasa, dan kosakata namun kecerdasan
tidak berkaitan dengan kemampuan memproduksi oral. Jadi kecerdasan memiliki
hubungan yang sangat kuat dengan pengetahuan metalinguistik dibandingkan dengan
kemampuan untuk berkomunikasi.Selain itu, kecerdasan yang berbeda akan
menghasilkan output yang berbeda. Howard Graners (1993) merumuskan delapan
jenis kecerdasan yang selanjutnya dikenal dengan istilah multiple intelligences
(MI). MI meliputi kecerdasan bahasa, kecerdasan logika/matematika, kecerdasan
visual-spasial, kecerdasan musik, kecerdasan gerak, kecerdasan alam, kecerdasan
sosial dan kecerdasan diri.
Sedangkan
ketangkasan adalah kemampuan spesial yang dimiliki seseorang. Ada kepercayaan
bahwa ketangkasan akan membuat seseorang mempelajari sesuatu dengan mudah dan
cepat. Shekan (dalam Zafar & Meenakshi, 2012) berpendapat bahwa ketangkasan
memiliki kaitan dengan kesuksesan belajar bahasa. Selain itu, ada banyak tes yang
dapat digunakan untuk menguji ketangkasan, salah satunya adalah MLAT atau
Modern Language Apptitude Test. Tes ini digunakan untuk memprediksi kesuksesan
dalam pembelajaran bahasa asing. Tes ketangkasan tersebut digunakan untuk
mengukur empat kemampuan yaitu phonemic
coding ability, grammatical sensitivity, inductive language learning ability, dan memoty and learning.
3.
Cognitive-style
Menurut Ellis
(1982), Cognitive-style adalah cara
bagaimana orang mempersepsikan, mengonsep, mengorganisasi dan mengingat
informasi. Bisa juga dikatakan bahwa cognitive-style
merupakan cara berfikir seseorang (Cook, 2008). Tentunya, cara-cara ini akan mempengaruhi
proses belajar bahasa karena jika kemampuan dalam mengolah informasi berbeda maka
hasil yang diperoleh akan berbeda pula. Ada dua jenis cognitive-style yang diperkenalkan Witkin (1973, dalam Zafar &
Meenakshi, 2012) yaitu field dependence
dan field independence. Dalam field dependence, pelajar mempunyai
kecenderungan lebih mudah dipengaruhi oleh lingkungan. Sedangkan pada field independence, pelajar mempunyai
kecenderungan tidak mudah diperngaruhi oleh lingkungan.
Selain itu,
Knowles (1972, dalam Zafar & Meenakshi, 2012) mengidentifikasi cognitive style menjadi empat, yaitu concrete learning style, analytical learning style, communicative learning style, dan authority-oriented learning style.
·
Concrete learning style
Pelajar dengan concrete learning style memproses informasi secara aktif dan
langsung. Mereka lebih menyukai sesuatu yang kongret seperti pengalaman verbal
atau visual.
·
Analytical learning style
Pelajar dengan analytical learning style lebih suka untuk berfikir logic dan
sistematis dalam pembelajaran. Mereka suka menyelesaikan masalah dan membangun
prinsip-prinsip mereka sendiri.
·
Communicative learning style
Pelajar dengan communicative learning style lebih menyukai belajar dengan
menggunakan pendekatan sosial.
·
Authority-oriented learning style
Pelajar dengan Authority-oriented learning style lebih bertanggung jawab. Mereka
lebih menyukai instruksi yang jelas dan mengetahui dengan pasti apa yang akan
mereka ketahui selanjutnya.
4.
Motivasi
Motivasi
merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembelajaran bahasa. Menurut
Crozier (2001), siswa yang sangat termotivasi menetapkan standar yang tinggi
bagi dirinya, bekerja keras untuk mencapai ini, dan tetap pada tugas bahkan
ketika mereka sulit, sedangkan siswa yang kurang motivasi akan tampak menyerah
dalam menghadapi tugas-tugas yang sulit. Jadi, tidak diragukan lagi bahwa
motivasi berperan sangat penting dalam kesuksesan proses belajar bahasa.
Gardner dan
Lambert (1972, dalam Zafar & Meenakshi, 2012) memberdakan motivasi menjadi
dua yaitu Integrative dan Instrumental.
·
Integrative motivation adalah motivasi yang muncul dari diri
pemelajar karena ketertarikannya dengan bahasa yang dipelajarinya dan
keinginanya untuk menjadi bagian dari komunitas atau budaya bahasa tersebut.
·
Instrumental motivation adalah motivasi yang muncul karena
pemelajar ingin mendapatkan keuntungan dari bahasa yang dipelajari seperti
mendapatkan kerja, lulus dalam tes dan lain sebagainya.
5.
Kepribadian
Kepribadian juga
sangat berpengaruh pada proses belajar. Karena kepribadian seseorang akan
menentukan sikap apa yang akan diambil selanjutnya dan respon apa yang akan
dilakukan dalam proses belajar. Berikut ialah contoh dari kepribadian:
a.
Extrovert
& Introvert
Pelajar dengan kepribadian introvert
lebih senang untuk menyendiri dan menghabiskan waktunya untuk membaca, menulis,
atau menggunakan komputer. Mereka menyukai ketenangan. Dalam proses
pembelajaran, pelajar introvert lebih suka dengan aktivitas belajar individual
dan pembelajaran yang lebih menekankan pada pengetahuan bahasa (Cook, 2008).
Lain halnya
dengan pelajar introvert, kepribadian pelajar ekstrovert cenderung lebih
membuka diri terhadap dunia luar. Mereka menyukai keramaian karena mereka
senang berinteraksi dan melakukan aktivitas sosial. Dalam pembelajaran bahasa,
pelajar extrovert lebih menyukai pembelajaran yang menggunakan pendekatan Communicative Language Teaching karena
mereka dapat saling berinteraksi (Cook, 2008). Banyak yang beranggapan bahwa
pelajar extrovert akan lebih sukses belajar bahasa dibandingkan dengan pelajar
introvert. Hipotesis ini masih perlu diuji kebenarannya. Namun, Rossier (1975,
dalam Cook, 2008) menemukan bahwa ada hubungan antara pelajar extrovert dengan
kefasihan oral (oral fluency). Hal
ini mungkin dapat disebabkan oleh karakter dari pelajar extrovert yang senang
berinteraksi sehingga kefasihannya dalam berbahasa akan menjadi semakin
terlatih.
b.
Kecemasan
(anxiety)
Dalam proses
pembelajaran, pelajar sering merasakan kecemasan, gugup dan stress. Rasa ini
akan sangat berpengaruh pada proses pembelajaran bahasa. Ada dua pendapat
mengenai pengaruh kecemasan terhadap pembelajaran bahasa. Peter Macintyre
(1955, dalam Lightbown & Spada, 2006) berpendapat bahwa pelajar yang merasa
cemas tidak akan belajar secepat pelajar yang merasa santai. Sedangkan Lightbown
& Spada (2006) beranggapan bahwa rasa cemas ketika sebelum tes atau
presentasi akan memberikan motivasi dan fokus yang lebih sehinggal kesuksesan
akan dicapai. Dari dua pendapat tersebut
dapat disimpulkan bahwa rasa cemas tidak selalu memberi dampak negatif dalam
proses pembelajaran bahasa.
3.
Kesimpulan
Perbedaan individu merupakan aspek yang sangat penting dalam
pembelajaran bahasa. Hal ini disebabkan oleh banyaknya siswa dalam satu kelas
yang tentunya akan berbeda antara satu dengan yang lain. Bagaimanapun juga
perbedaan-perbedaan ini tidak bisa diubah oleh pengajar. Maka dari itu, proses
pembelajaranlah yang harus menyesuaikan diri dengan perbedaan tersebut.
Agar proses pembelajaran bahasa berhasil maka pengajar harus
mengetahui perbedaan individu dari setiap pelajarnya yang ada di dalam kelas.
Bukan hanya mengetahui tetapi juga memahami. Pemahaman pengajar terhadap
perbedaan ini akan memudahkannya dalam merancang kegiatan pembelajaran.
Sehingga proses pembelajaran akan lebih efektif dan hasilnya akan lebih
optimal. Namun, pada kenyataannya, memang sulit untuk mengakomodasi semua
perbedaan yang ada di dalam kelas. Ketika itulah tekad seorang pengajar akan
diuji, karena pengajar yang baik adalah pengajar yang berusaha melakukan yang
terbaik untuk keberhasilan pelajarnya.
Daftar Acuan
Cook, Vivian. 2008. Second Language Learning and Language
Teaching 4th Edition. UK: Hodder Education
Crozier, W. R.
2001. Individual Learners: Personality
differences in education. London: Routledge
Ellis, Rod. 1985.
Understading Second Language Acquisition.
Oxford: OUP
Gardner, H. 1993.
Frames of Mind: The Theory of Multiple
Intelligences. USA: BasicBooks
Hurd, Stella.
2006. Individual learner differences and distance language learning: an
overview. RTVU ELT Express 12 (4)
Lightbown, Patsy.
dan Nina Spada. 2006. How Language are
Learned 3rd Edition. Oxford: OUP
Zafar, Shahila. dan
Meenakshi, K. 2012. Individual Learner Differences and Second Language
Acquisition: A Review. Journal of
Language Teaching and ResearchI 3(4): 639-646